Friday, April 12, 2013

PORTAL PORTOFOLIO : MEDIA ALTERNATIF UNTUK MENJEMBATANI KEBUTUHAN LEMBAGA PENDIDIKAN DKV DAN INDUSTRI


Keilmuan desain tumbuh seiring dengan meningkatnya tuntutan industri, keduanya memiliki relasi timbal balik. Industri membutuhkan lulusan dkv yang profesional, kreatif, memiliki visi dan aspek inovasi  tinggi yang dapat dihasilkan lembaga pendidikan melalui proses pembelajaran.Namun ada beberapa hal yang kadang terabaikan oleh lembaga penyelenggara pendidikan DKV, salah satunya adalah pengelolaan karya-karya mahasiswa. Konsep portal portofolio dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengelola, mendokumentasikan, mempublikasikan dan mempromosikan karya-karya mahasiswa sebagai bentuk kontribusi lembaga terhadap pengelolaan karya mahasiswa.

(ditulis oleh Rahina Nugrahani, dipublikasikan dalam Proceeding DKV Indonesia Ekreaprener "Revitalisasi Kurikulum DKV" halaman 419-432)

 

Seiring dengan berkembangnya industri  kreatif, profesi di bidang desain komunikasi visual menjadi salah satu pilihan profesi favorit. Berbagai perguruan tinggi di Indonesia pun seakan berlomba untuk membuka program studi Desain Komunikasi Visual disebabkan animo masyarakat yang tinggi terhadap cabang keilmuan ini. Namun, semakin besar jumlah mahasiswa DKV pada setiap institusi yang menyelenggarakan pendidikan DKV, maka permasalahan kualitas pembelajaran juga menjadi semakin kompleks. Berbagai kendala dalam menyusun  kurikulum, konten keilmuan, kualifikasi ketrampilan serta kesiapan mahasiswa dalam menerapkan skill di lapangan kerap menjadi  isu dalam penyelenggaraan pendidikan di bidang DKV.

Penyelenggaraan pendidikan tinggi dalam cabang keilmuan desain tumbuh seiring dengan meningkatnya tuntutan industri, keduanya memiliki relasi timbal balik. Desain menjadi penopang sekaligus roda keberlangsungan industri serta berbagai sektor yang lain seperti sains, teknologi dan seni. Pendanaan untuk pengembangan di bidang sains maupun teknologi  diberikan untuk memperlancar kegiatan pemasaran. Begitu juga dengan pendanaan di bidang desain, hal itu dilakukan oleh para pemodal  karena mereka menyadari pentingnya desain sebagai nilai jual serta senjata utama untuk meraih pasar.  Desain hadir sebagai hasil dari penggabungan tiga aspek (sains, teknologi, seni)   dan akan berkembang sebagai alat penopang keberlangsungan bisnis dan industri 


Dari segi keprofesian, proses kerja desain komunikasi visual sama dengan pekerjaan dalam membuat produk pada umumnya, terdapat aspek riset serta prototype. Riset tanpa pertimbangan azas manfaat akan berhenti pada prototype saja. Sebaliknya produksi tanpa riset melahirkan barang asal indah (victorian) dan barang tiruan (cloning, copying) yang sekarang membanjiri pasar (Sunarto, 2009:39). Dengan demikian, industri dan penyelenggara pendidikan DKV memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptakan kerja sama dalam sinergi antara penelitian, pengembangan dan pemanfaatan.

Industri membutuhkan lulusan dkv yang profesional dan kreatif yang siap bekerja, memiliki visi dan aspek inovasi yang tinggi dalam mengembangkan fungsi serta memberikan sentuhan estetik pada produk. Apa yang dibutuhkan industri bukanlah lulusan DKV yang hanya bisa mengakomodasi kebutuhan dan pilihan pasar. Akan tetapi pekerja yang juga memiliki pengetahuan dan kepekaan kritis untuk menciptakan ide-ide cemerlang yang kreatif. Untuk memunculkan kepekaan tersebut, industri profesional membutuhkan keberadaan pendidikan yang dapat mengasah kemampuan serta kepekaan mahasiswa.

Institusi penyelenggara pendidikan DKV perlu bekerja sama dengan industri karena pendidikan DKV perlu wawasan tentang industri. Sebaliknya industri selalu membutuhkan gagasan segar dan ketrampilan memadai yang sangat potensial disumbangkan oleh institusi pendidikan DKV melalui alumni atau mahasiswa. Relasi saling menguntungkan seperti inilah yang kiranya dapat membantu institusi menyelenggarakan pendidikan DKV dengan muatan kurikulum yang visioner.

Keberadaan komputer dan internet  dapat memudahkan berbagai aspek sosial, bisnis dan komunikasi serta menjadi alat yang begitu cepat dan begitu murah. Dengan ketersediaan teknologi yang berkembang pesat, informasi dapat diakses secara terbuka oleh siapapun. Teknologi terbukti telah membuka jutaan lapangan pekerjaan bagi banyak orang, termasuk profesi sebagai desainer. Desainer-desainer otodidak banyak bermunculan dan mendapatkan penghasilan dari ketrampilan yang dimilikinya tanpa perlu mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa tidak semua lowongan kerja di industri kreatif membutuhkan pekerja yang memiliki gelar. Dalam industri kreatif, portofolio memegang peranan yang jauh lebih penting.

Dalam tradisi desain, portofolio merupakan sebuah koleksi yang berisi kumpulan karya yang didesain untuk dikomunikasikan dalam berbagai macam cara untuk mengikhtisarkan kemampuan diri sang penciptanya. Sebenarnya, para profesional di bidang seni dan desain telah lama menggunakan portofolio sebelum model ini digunakan di bidang pendidikan (Knight, 1994). Para pelukis menggunakan portofolio untuk menunjukkan karya-karya terbaik mereka untuk berbagai macam tujuan. Salah satunya untuk mempromosikan karya-karya mereka pada perusahaan-perusahaan yang potensial ketika akan mengajukan permohonan mengenai bantuan keuangan atau untuk mendapatkan persetujuan dari galeri-galeri yang akan menampilkan karya-karya mereka (Pranata, 2004:65).

Dalam dunia pendidikan, portofolio merupakan sekumpulan informasi pribadi berupa catatan, rekaman dan dokumentasi atas pencapaian prestasi seseorang dalam pendidikannya. Terdapat berbagai bentuk portofolio; ijasah, sertifikat, piagam penghargaan, dan lain-lain sebagai bukti pencapaian hasil atas suatu proses pembelajaran. Seleksi berbagai dokumen tersebut akhirnya dapat menjadi refleksi pribadi. Penilaian dalam bentuk portofolio dipandang sebagian peneliti pendidikan sebagai penilaian alternatif di dunia modern  yang jauh lebih valid daripada penilaian baku.

Di kalangan desainer istilah portofolio bukan merupakan hal yang baru. Pada umumnya, dari sekian banyak karya yang pernah dirancang, desainer memilih beberapa karya terbaik sebagai bahan portofolio. Seperti halnya pelukis, bagi desainer portofolio merupakan bukti kumpulan rekaman karya terbaiknya. Seperti diketahui, profesionalitas seorang desainer dapat diukur salah satunya  dari karya-karya desain monumental yang pernah dirancangnya. Karya-karya terbaik itu, yang merupakan representasi kualitas keprofesian penciptanya, biasanya direkam sebagai bukti diri profesionalitas atau curriculum vitae. Di bidang desain, kumpulan atau rekaman karya terbaik itu kerapkali digunakan oleh desainer untuk mempromosikan karyanya kepada calon klien atau ditunjukkan kepada agency ketika ia melamar pekerjaan.

Portofolio umumnya dikemas secara rapi dan menarik untuk memperoleh kepercayaan klien. Hal ini penting karena kemasan sebuah portofolio menunjukkan tingkat apresiasi, kepekaan estetik, dan kompetensi desainer di bidangnya. Bila pada awal perkembangannya portofolio umumnya berupa map arsip, dibendel dalam bentuk buku, atau folder khusus yang dilindungi oleh kemasan berbahan plastik tempat menyimpan lembaran karya, maka pada saat ini bentuk portofolio dikemas dalam bentuk yang beragam dan memanfaatkan teknologi. Sebagai contoh pengemasan portofolio melalui media digital berbentuk multimedia interaktif  yang disimpan dalam CD/DVD. Selain itu, desainer juga banyak memanfaatkan teknologi mutakhir berupa jaringan web untuk mempublikasikan karya-karya yang telah dibuatnya.

Jenis karya yang disertakan dalam portofolio memiliki bentuk yang beragam. Isi karya dalam portofolio yang difungsikan sebagai media promosi bisa berbeda dengan isi karya dalam portofolioyang digunakan untuk melamar sesuatu pekerjaan. Portofolio seorang desainer pemula yang akan melamar pekerjaan kepada sesuatu agency, misalnya, biasanya berisi karyakarya yang menonjolkan aspek variasi kemampuan teknik, media, dan kreatifitasnya dalam memecahkan masalah-masalah desain (Pranata, 2004:66).


Dalam sebuah diskusi dengan Prof. Drs. Yusuf Affendi dari FSRD Universitas Trisakti beberapa waktu lalu, program studi DKV D3 UNNES berkesempatan untuk membahas mengenai bentuk kontribusi lembaga dalam mempromosikan karya-karya yang telah dihasilkan mahasiswa DKV. Melalui dikusi tersebut, dapat diidentifikasi bahwa peran lembaga dalam mempublikasikan dan mempromosikan karya-karya mahasiswa kepada khalayak luas maupun calon pengguna (stakeholder) lulusan masih kurang optimal. Selama ini upaya yang dilakukan adalah dengan mendukung penyelenggraan pameran karya mahasiswa secara periodik.  Namun ketika muncul pembahasan mengenai efektifitas pameran terhadap peluang kerja lulusan, diketahui bahwa kegiatan tersebut belum  berfungsi secara optimal sebagai sebuah bentuk kegiatan publikasi dan promosi. Ketidak efektifan tersebut disebabkan karena keterbatasan ruang dan waktu yang menyulitkan  akses khalayak serta industri dalam mengapresiasi karya mahasiswa. Terlebih lagi jika penyelenggaraan pameran hanya dilakukan di wilayah kampus yang hanya memungkinkan diakses oleh sesama mahasiswa. Dengan demikian, perlu dilakukan evaluasi secara lebih mendalam terkait kontribusi lembaga dalam mempromosikan lulusan kepada calon pengguna (industri).

Selama ini kontribusi institusi pendidikan DKV dalam tataran praktis kerap mengalami kendala dan keterbatasan. Sebagai contoh, dalam penyelenggaraan kegiatan magang atau disebut sebagai kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapangan), institusi pendidikan tidak selalu mampu menyediakan tempat magang atau Praktek Kerja Lapangan bagi mahasiswa DKV disebakan ketidakseimbangan jumlah tempat magang yang mampu menampung  mahasiswa. Akibatnya mahasiswa harus mengatasi permasalahan lokasi magang secara individual. Peran dan efektivitas  lembaga dalam penyelenggaraan PKL hanya dapat dilihat melalui kontrol pelaksanaan kegiatan dalam sebuah format laporan.  Jika hal semacam ini saja belum dapat diatasi secara menyeluruh, maka wajar saja jika institusi penyelenggara pendidikan kerap mengabaikan pengelolaan karya mahasiswa yang seharusnya berhak untuk diapresiasi, dipublikasikan dan dipromosikan kepada khalayak luas maupun stakeholder. Di sisi lain,  apresiasi karya-karya mahasiswa dalam bentuk penghargaan, evaluasi maupun kritik merupakan sarana yang efektif bagi pendewasaan mereka dalam mengembangkan gagasan serta mengasah kepekaan  berpikir kreatif dan inovatif 

Dengan demikian dapat dilihat bahwa sebagai sebuah lembaga penyelenggara pendidikan DKV, setiap lembaga memiliki kewajiban untuk mempublikasikan dan mempromosikan karya mahasiswa. Memberikan sebuah jaminan bahwa upaya yang telah dilakukan mahasiswa dalam memenuhi tugas-tugasnya tidak akan sia-sia dan berhenti pada lembar penilaian dosen.

Penggunaan komputer pribadi dan internet terbukti mampu memicu pesatnya perubahan tatanan dunia. Melalui bukunya berjudul Mediamorfosis (1997:252-253) Fidler menyampaikan ramalannya mengenai beberapa karakteristik umum yang berkaitan dengan kemunculan internet dan teknologi digital yang akan muncul pada abad ke 21; a) teknologi digital akan membuat semua bentuk komunikasi elektronik lebih akrab dan lebih interaktif, b) Jaringan-jaringan broadband berskala global akan memungkinkan perpindahan informasi dalam bentuk multimedia (text, grafik,  audio, visual) dengan biaya yang relatif murah, c) Komunikasi nirkabel yang mengintegrasikan suara dan video dapat terjadi tanpa hambatan dan menjangkau wilayah yang lebih luas, d) Teknologi-teknologi display layar datar untuk membaca dokumen elektronik, menonton film ataupun acara-acara hiburan lain dalam ranah komersial maupun  rumah tangga akan menjadi hal yang biasa. 

Seluruh prediksi yang dipaparkan oleh Fidler telah menjadi kenyataan yang sempurna pada era dimana kita hidup saat ini. Dengan meluasnya penggunaan internet di seluruh dunia pun telah muncul budaya baru yang disebut sebagai realitas virtual dimana batas antara dunia riil dan dunia virtual melebur. Selain itu media cyber interpersonal telah menjadi bagian padu dari kehidupan sehari-hari sebagian besar orang pada abad ini. Dalam dunia nyata, komunikasi lisan orang per orang hanya dapat terjadi dalam jangkauan suara dan pendengaran manusia. Namun hal tersebut tidak terjadi pada dunia virtual. Kini dapat kita lihat kondisi yang secara nyata terjadi dimana orang mencoba untuk membangun komunitas-komunitas virtual baru yang didasarkan pada minat-minat dan kebutuhan yang sama, terlepas dari lokalitas dan hubungan keluarga (Fidler, 1997:273).

Seiring dengan pesatnya kemajuan di era digital informasi kita dapat mengakses berbagai website yang menampilkan koleksi karya para desainer komunikasi visual, baik dari kalangan profesional maupun dari kalangan mahasiswa. Website portofolio atau cenderung diistilahkan dengan portal portofolio merupakan tren yang sangat populer dikalangan para desainer dimana melalui  tampilan web yang atraktif para desainer memperlihatkan kreatifitas mereka, dengan harapan supaya pengunjung bisa lebih fokus pada satu halaman dan tertarik dengan berbagai karya yang mereka tampilkan di web. Secara umum, terdapat tiga jenis website portofolio, antara lain

  1.    Pengembangan. Website portofolio jenis ini memuat rekaman sebuah proses berkarya seorang desainer selama kurun waktu tertentu. Website jenis ini pada umumnya ditujukan untuk audiens yang ingin mempelajari suatu proses karya desain secara lebih detail dan spesifik.  
  2. Refleksi. Website portofolio refleksi meliputi refleksi diri seorang desainer dan rekaman karya dalam kurun waktu tertentu. Di dalamnya desainer menjelaskan makna setiap perjalanan karirnya sebagai seorang desainer.  
  3. Representasional. Website jenis ini menunjukkan berbagai prestasi dan capaian seorang desainer dalam bidangnya. Website jenis ini dibuat untuk menunjukkan hal-hal terbaik dari seorang desainer, maka konten yang ditampilkan cenderung sangat selektif. 
Selama ini, website portofolio lebih banyak dikembangkan secara personal atau digagas dan dikelola oleh komunitas-komunitas desainer. Salah satu contoh website portal portofolio yang sudah kita kenal adalah situs DeviantArt (www.deviantart.com). Situs tersebut ditujukan untuk sebagai sebuah wadah yang memungkinkan seniman dari berbagai bidang keahlian untuk memamerkan dan mendiskusikan karya yang  telah dibuat. Karya-karya tersebut diorganisasikan dalam struktur kategori yang komprehensif, seperti fotografi, digital art, flash, filmmaking, skins for applications dan lain-lain.  Sistem dalam situs tersebut juga menyediakan sumber gambar maupun tutorial  yang dapat diunduh secara gratis.


Belum banyak lembaga pendidikan DKV yang menggunakan format situs portofolio dan memprakarsai untuk membangun sebuah sistem portal portofolio yang secara khusus menampung, menampilkan dan mendokumentasikan portofolio mahasiswa maupun alumni DKV dari lembaga tersebut yang dapat diakses secara global melalui jaringan internet dengan potensi jangkauan yang lebih luas. Selain sebagai media untuk mendokumentasikan karya-karya mahasiswa, portal portofolio merupakan media yang potensial untuk menumbuhkan kemampuan mengapresiasi karya, dimana mahasiswa secara terbuka dapat memberi pendapat berupa kritik dan saran terhadap karya yang ditampilkan dalam portal. Seiring dengan hal tersebut, mahasiswa juga dapat belajar untuk menerima kritik dan masukan dari pihak lain dan menyikapinya secara bijak sebagai sebuah bentuk proses pembelajaran kreatif. Kreatifitas lahir dari keberanian berpikir dengan cara berbeda dan kesediaan untuk berbagi gagasan dengan orang lain.


Mempublikasikan karya secara luas melalui portal portofolio secara tidak langsung juga menumbuhkan rasa tanggung jawab mahasiswa terhadap karya yang dihasilkannya. Hal ini dapat melatih mahasiswa untuk menjaga orisinalitas karya dan menghindarkan  mereka dari plagiarisme. Tanggung jawab untuk menjaga orisinalitas karya distimulus oleh pengamatan dan penilaian publik terhadap karya yang dihasilkan. Dengan demikian mahasiswa senantiasa terpacu untuk menghasilkan karya-karya yang murni  merupakan hasil pengembangan ide mereka sendiri, karena jika terbukti melakukan plagiasi terhadap karya orang lain maka konsekuensi jangka panjang yang harus ditanggung mahasiswa tidak ringan. Ketika mahasiswa menyadari hal tersebut, maka secara kompetitif mahasiswa akan selalu berusaha menghasilkan karya yang bagus secara konseptual dan juga matang dalam tataran visualisasi dan eksekusi. 


Kegunaan lain dari situs portofolio adalah memberikan industri kemudahan akses untuk mengetahui tingkat kesiapan mahasiswa ketika menghadapi dunia kerja. Industri dapat terlibat langsung secara aktif memberikan masukan dan kritik terhadap karya-karya yang ditampilkan dalam sebuah situs portofolio, dan kemungkinan industri untuk memberikan pekerjaan kepada calon desainer yang memiliki karya berkualitas menjadi terbuka lebih luas. Dengan kata lain sebuah situs portal portofolio dapat menjadi salah satu alternatif dalam menjembatani antara pihak industri dengan institusi pendidikan. Sebagai salah satu contoh situs portofolio DKV yang dikembangkan oleh program studi DKV Universitas Negeri Semarang adalah situs DKVHolic (www.dkvholic.com). Dengan mengadopsi sistem portal portofolio, situs DKVholic memiliki beberapa fitur diantaranya:
  1.  Situs ini memfasilitasi mahasiswanya untuk menampilkan karya yang telah dibuat dalam berbagai kategori (grafis, fotografi, advertising, animasi, dan sebagainya). 
  2.  Memfasilitasi pemberian kritik dan saran dari berbagai pihak (antar mahasiswa, tenaga pengajar maupun industri).
  3.  Memfasilitasi pelacakan karya dimana pengguna dengan mudah melihat karya-karya mahasiswa  baik ketika masih berstatus sebagai mahasiswa maupun ketika sudah berstatus sebagai alumni. Dengan sistem ini karya-karya yang dibuat oleh mahasiswa dapat terdokumentasikan dengan baik.
  4.  Situs ini dapat dipergunakan tenaga pengajar dalam memberikan tugas, sekaligus sebagai media penilaian tugas, tanpa harus dikumpulkan dalam bentuk fisik.
  5.  DKVholic juga memfasilitasi metode penulisan blog yang dapat digunakan untuk menampilkan tulisan-tulisan yang terkait dengan desain,  materi-materi perkuliahan dan informasi yang terkait dengan dunia DKV (peluang kerja, informasi tentang lomba dan sebagainya).
Beberapa fitur tambahan masih dikembangkan seiring dengan tuntutan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi informasi. Situs portal portofolio semacam  ini dapat menjadi media yang efektif bagi industri untuk mencari calon desainer berkualitas, bagi mahasiswa yang membutuhkan sebuah media untuk menunjukan eksistensinya dan pihak lembaga pendidikan yang bertanggung jawab untuk mengelola hasil karya mahasiswa. 









2 comments:

  1. Format apa saja untuk membuat portofolio?

    ReplyDelete
  2. Jika mengacu pada jenisnya, kita dapat membaginya menjadi dua yaitu format cetak dan format elektronik. Format cetak dapat berupa buku atau lembaran yang dikumpulkan dengan memanfaatkan teknik digital printing. Sedang dalam format elektronik, kita dapat membagi jenisnya menjadi dua yaitu versi online atau versi offline. Versi online berarti kita memanfaatkan internet untuk mempublikasikan dan mendokumentasikan karya kita, sebagai contoh dengan menggunakan situs portofolio yang ditawarkan secara gratis seperti deviantart, atau memanfaatkan media sosial yang kita miliki seperti Instagram atau Facebook atau Path atau tumblr untuk mempublikasikan karya yang kita buat. Sedangkan dalam format offline, kita dapat mengkompilasi portofolio dalam bentuk slide yang dapat kita distribusikan melalui format soft file atau CD/DVD

    ReplyDelete