oleh : Rahina Nugrahani
Dalam wancana globalisasi
perdagangan, barang komoditi seringkali diartikan sebagai segala sesuatu yang
diperjual belikan, tidak mengenal batas antar benua maupun antar negara. Untuk melakukan ekspansi pasar, produsen seringkali
memanfaatkan iklan yang menginformasikan pesan penjualan kepada masyarakat
dunia. Iklan yang bersifat mendunia tersebut didefinisikan sebagai iklan yang
menggunakan konsep pasar internasional meskipun dari segi kreatifnya kerap
diadaptasi bersama budaya lokal. Salah satu produk pasar yang memiliki merk
dagang mendunia adalah Coca Cola.
Mulai diperkenalkan sebagai sebuah produk minuman ringan pada tahun 1886 di
Atlanta Amerika Serikat, saat ini Coca
Cola telah diperdagangkan tidak kurang di 200 negara. Coca Cola dikenal sebagai salah satu produk dengan strategi
branding activation
yang cukup berhasil dan berpengaruh.
Iklan televisi Coca Cola kerap menggunakan konsep iklan
global, meski dalam penerapan kreatifnya seringkali diadaptasi bersama budaya
lokal. Salah satu iklan televisi yang mengadaptasi konsep tersebut adalah Iklan
Coca Cola Versi “Brrr” yang dibuat dalam versi berbeda di setiap negara. Melalui
proses pengungkapan makna di balik tanda-tanda visual yang terdapat dalam iklan
tersebut, penulis mencoba menganalisa keterkaitannya dengan konsep globalisasi
serta homogenitas budaya. Berdasarkan hasil analisa terhadap iklan televisi Coca Cola versi “Brrr” yang ditayangkan di Pakistan, Afrika Selatan, serta Jepang terdapat unsur stereotip yang tampak pada
sikap masing-masing pelaku yang bersifat universal. Meskipun tiap-tiap negara
menampilkan pendekatan yang berbeda, namun konsep dasar yang melandasi strategi
kreatif iklan menunjukkan
adanya upaya untuk mendoktrin masyarakat melalui produksi makna.
Wacana globalisasi saat ini
menjadi topik yang tidak terelakkan dan menyentuh segala aspek kehidupan
manusia. Dalam perkembangan yang paling
mutakhir, muncul pembicaraan tentang potensi lenyapnya batas antar negara dalam konteks komunikasi dan perdagangan. Globalisasi
juga mendorong terjadinya percampuran antar budaya bangsa, melalui proses
hegemoni antara budaya dominan dan budaya lemah.
Dalam wancana globalisasi
perdagangan, barang komoditi seringkali diartikan sebagai segala sesuatu yang diperjual
belikan, tidak mengenal batas antar benua maupun antar negara. Komoditi yang
sedemikian rupa kemudian mendapatkan predikat sebagai merk dagang yang mendunia.
Suksesnya pemasaran
komoditi-komoditi yang mendunia tidak lepas dari andil perkembangan teknologi
media yang mengantarkan kehidupan masyarakat menuju era padat informasi.
Seringkali terjadi kondisi dimana jumlah informasi yang diterima oleh masyarakt melebihi
kemampuan masing-masing individu untuk menyerap segala informasi tersebut.
Demikian pula hal yang terjadi
pada bidang periklanan. Konsumen dibanjiri oleh berbagai iklan. Berdasarkan
data riset kepemirsaan Nielsen Media, audiens disuguhi 7.000 iklan per hari.
Dengan kondisi tersebut, maka sebuah iklan dituntut untuk
menjadi tayangan yang merebut perhatian konsumen dengan menampilkan keunikan
dari segi konsep maupun visualisasi.
Untuk melakukan ekspansi pasar,
produsen seringkali memanfaatkan iklan yang menginformasikan pesan penjualan
kepada masyarakat dunia. Iklan yang bersifat mendunia tersebut didefinisikan
sebagai iklan global, yang menggunakan konsep pasar internasional meskipun dari
segi kreatifnya kerap diadaptasi bersama budaya lokal (Budiwaspada, 2007:30).
Sebagai upaya untuk meraih
sebanyak mungkin perhatian konsumen, konsep kreatif sebuah iklan sering
mendramatisasi berbagai cuplikan yang merupakan representasi kondisi riil
kehidupan masyarakat. Penyajian iklan yang dikemas dengan bahasa persuasi
yang menarik kemudian ditayangkan secara
terus menerus sehingga diyakini dapat
merubah persepsi konsumen mengenai suatu produk.
Salah satu produk pasar yang
memiliki merk dagang mendunia adalah Coca
Cola. Mulai diperkenalkan sebagai sebuah produk minuman ringan pada tahun
1886 di Atlanta Amerika Serikat, saat ini Coca
Cola telah diperdagangkan tidak kurang di 200 negara. Merupakan produk minuman
ringan yang memimpin pasar, Coca Cola
dikenal sebagai salah satu produk dengan strategi branding activation yang
bagus. Iklan televisi Coca Cola kerap menggunakan konsep iklan
global, meski dalam penerapan kreatifnya seringkali diadaptasi bersama budaya
lokal. Salah satu iklan televisi Coca
Cola yang mengadaptasi konsep tersebut adalah Coca Cola versi “Brrr”.
Di setiap negara, iklan versi ini dibuat berbeda-beda namun mengusung konsep
kreatif yang sama. Melalui essay ini, penulis berupaya untuk mengidentifikasi
beberapa iklan televisi Coca Cola
versi “Brrr” dan mengkaitkannya
dengan konsep globalisasi serta homogenitas budaya.
Untuk mengupas keterkaitan
antara Iklan Televisi Coca dengan konsep budaya global serta homogenitas yang
telah disebutkan sebelumnya, maka diperlukan upaya untuk memandang desain iklan
sebagai sebuah obyek desain yang sarat akan makna dibalik elemen-elemen visual
yang menyertai obyek tersebut. Untuk mengungkap makna dibalik iklan, maka iklan
dipandang sebagai sebuah tanda. Tanda yang dimaksud adalah obyek visual yang
mengandung aspek pemikiran, persepsi, konsep dan pesan. Tanda visual tersebut
dianalisa berdasarkan jenis, makna serta interpretasi budaya.
Obyek yang yang menjadi fokus
kajian adalah beberapa versi Iklan Coca
Cola Versi “Brrr” yang
ditayangkan di Pakistan, Afrika Selatan dan Jepang. Sebagaimana diketahui,
iklan Coca Cola Versi “Brrr” di beberapa negara disajikan
dalam konsep kreatif yang sama namun
telah melalui proses penyesuaian budaya.
2.1 Coca
Cola sebagai produk Homogenisasi Budaya
Penerapan
sistem ekonomi kapitalisme di hampir seluruh dunia menunjukkan bahwa dunia
sedang berkembang menjadi sebuah sistem yang semakin seragam, dengan bentuk
yang semakin homogen (Piliang, 2004). Salah satu hal yang berpengaruh paling
besar terhadap proses homogenisasi budaya adalah perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Setiap negara yang mengalami modernisasi di segala aspek
kehidupannya menunjukkan kemiripan satu sama lain secara kultural.
Coca Cola sebagai produk minuman ringan
atau yang lebih populer dengan sebutan coke
dapat dikatakan sebagai salah satu produk yang turut andil menyatukan
masyarakat di seluruh dunia. Coke
yang dua ratus tahun lalu berkembang menjadi minuman favorit di Amerika, saat
ini telah menjadi pioneer bagi minuman
ringan sejenis lebih di dua ratus negara. Masyarakat di seluruh penjuru dunia
yang awalnya merasa asing dengan cita rasa coke,
lambat laun menerimanya dan menjadikannya sebagai minuman sehari-hari. Begitu
juga dengan konsumen di Indonesia.
Di Indonesia sendiri, dua dekade yang lalu
minuman Coca Cola mungkin tergolong
sebagai minuman elite, yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat kelas menengah ke
atas. Namun saat ini, dengan harga terjangkau serta pemilihan positioning yang tepat, masyarakat dari
segala kalangan dapat menikmati minuman ringan tersebut. Semakin terasingnya posisi
minuman-minuman tradisional seperti Bandrek, Sekoteng, atau Jamu di pasaran
lokal menjadi salah satu penanda bahwa terdapat penurunan ketertarikan konsumen
terhadap produk konsumsi lokal etnis. Dalam proses perluasan strategi pemasaran
Coca Cola sebagai minuman ringan,
tampak adanya imperialisme budaya. Cita rasa yang khas, unik dan otentik dari
minuman-minuman tradisional yang lima dekade lalu menjadi juara di pasar lokal
tergerus oleh rasionalisasi Coca Cola
yang sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan minuman-minuman asli Indonesia.
Betapapun asingnya cita rasa
yang ditawarkan oleh Coca Cola, harus
diakui bahwa telah terjadi rasionalisasi dan upaya kompromi yang diterima
masyarakat lokal sebagai bagian dari globalisasi budaya. Lambat laun namun
pasti Coca Cola menjadi minuman
global yang dapat kita dapatkan di
berbagai belahan dunia manapun.
Secara psikologis, terdapat
efek emosional yang berbeda ketika konsumen mengkonsumsi Coca Cola. Ada sensasi modernitas, atau kebanggaan tertentu –yang
mungkin semu- karena mendekati budaya kebarat-baratan dan menjadi bagian
darinya. Hal ini tidak lain merupakan pengaruh dari branding activation yang dilakukan oleh pihak pemasar Coca Cola yang mencoba memposisikan coke tersebut sebagai minuman internasional
dengan citraan tertentu melalui iklan yang ditayangkan secara terus menerus.
Homogenisasi Konsep Iklan Televisi Coca Cola Versi “Brrr”
Iklan Televisi Coca Cola Versi “Brrr” dibuat dalam beberapa gaya yang berbeda, sesuai dengan
kebudayaan negara dimana iklan tersebut ditayangkan. Konsep kreatif yang
ditawarkan pada masing-masing versi adalah konsep yang sama, yaitu Coca Cola menawarkan kesegaran ketika
semua orang merasakan situasi yang kurang nyaman, baik karena kondisi cuaca
maupun karena hal lain. Kesegaran yang ditawarkan Coca Cola tersebut kemudian menghadirkan keceriaan yang ditunjukkan
melalui satu ekspresi yang sama, yaitu ucapan “Brrr”,
diikuti dengan respons berupa gerakan bergetar diseluruh tubuh orang yang telah
meneguk Coca Cola selayaknya reaksi
orang-orang yang merasakan kesegaran.
Masing-masing versi pada
dasarnya memiliki 4 scene utama yang sama. Untuk menunjukkan 4 scene utama
tersebut, akan ditunjukkan melalui potongan-potongan scene yang ada dalam iklan
Coca Cola versi “Brrr” di Pakistan berikut ini:
Empat scene utama tersebut
memuat konsep kreatif yang paling mendasar dalam iklan Coca Cola versi “Brrr”.
Jika kita cermati di beberapa iklan yang
ditayangkan di negara berbeda, kita melihat kesamaan konsep yang tampak melalui
keseragaman wimba atau bahasa visual (seperti angle, teknik pengambilan gambar, dan ekspresi). Berikut akan
ditunjukkan penggalan beberapa scene utama Iklan Coca versi “Brrr” yang ditayangkan di Jepang dan
Afrika Selatan.
Empat scene utama pada setiap
versi iklan Coca Cola “Brrr” kemudian diikuti dengan
scene-scene yang menunjukkan reaksi yang dilakukan oleh konsumen dari seluruh
penjuru dunia setelah mengkonsumsi minuman ringan Coca Cola. Berikut adalah penggalan beberapa scene yang menunjukkan
ekspresi dari beberapa versi iklan berbeda.
Melalui kesamaan respons “Brrr” yang dilakukan oleh konsumen Coca Cola dari berbagai negara, dapat
kita amati adanya upaya penyeragaman budaya. Konsep dasar yang melandasi
strategi kreatif iklan menunjukkan
adanya upaya untuk mendoktrin masyarakat melalui produksi makna.
Produksi makna dihasilkan dari reaksi getaran tubuh serta ucapan “Brrr” yang sama bagi siapapun yang
mengkonsumsi minuman ringan Coca Cola.
Kita menyadari bahwa reaksi berupa
ucapan “Brrr” bukanlah reaksi
universal yang digunakan di seluruh negara. Di Indonesia contohnya, reaksi
untuk menunjukkan kesegaran tidak
ditunjukkan melalui ucapan “Brrr”
–bisa menggunakan ucapan “Hrrrr” atau
“Hhhhh”, atau bahkan istilah lain tergantung dialek setiap
daerah-. Istilah “Brrr” merupakan istilah
lazim digunakan oleh masyarakat Amerika. Sedangkan sebagian besar masyarakat di
belahan dunia lain mungkin baru mengenal istilah “Brrr” melalui komik-komik maupun film kartun Amerika yang kemudian
didistribusikan ke seluruh dunia. “Brrr”
bukanlah pengucapan lazim yang mudah diucapkan bagi masyarakat di kawasan Asia
seperti Indonesia atau Jepang.
Dalam iklan Coca Cola, unsur stereotip tampak pada
sikap masing-masing pelaku yang bersifat universal. Melalui kesamaan respons “Brrr” yang dilakukan oleh konsumen Coca Cola dari berbagai negara, dapat
kita amati adanya upaya penyeragaman budaya.
Sebagai produk pasar dengan
merk dagang yang telah mendunia, Coca
Cola telah mengkompromikan dan merasionalisasi cita rasa serta budaya khas
Amerika yang kemudian diterima masyarakat lokal di seluruh penjuru dunia
sebagai bagian dari globalisasi.
Meskipun mengusung pendekatan
yang berbeda, iklan televisi Coca Versi “Brrr”
sebenarnya memiliki strategi pemasaran serta konsep kreatif yang sama. Hal ini
lazim dilakukan oleh para pemasar dengan merk dagang internasional. Untuk
melakukan ekspansi pasar, produsen seringkali memanfaatkan iklan yang
menginformasikan pesan penjualan kepada masyarakat dunia. Iklan yang bersifat
mendunia tersebut didefinisikan sebagai iklan yang menggunakan konsep pasar
internasional meskipun dari segi kreatifnya kerap diadaptasi bersama budaya
lokal.
Bentuk
stereotip dalam perdagangan global dapat dilihat dari cara-cara untuk menanamkan
doktrin di kalangan target audiens melalui produksi makna. Iklan Coca Cola sebenarnya tidak semata-mata
menjual minuman ringan, melainkan turut menjual nilai-nilai stereotip gaya
hidup yang ditawarkan dalam kemasan budaya melalui kesamaan reaksi ““Brrr”” sebagai reaksi kesegaran.