“Keberhasilan sebuah kurikulum akan bisa dilihat tidak hanya saat mahasiswa lulus, apalagi saat masih proses perkuliahan, tapi sampai sejauhmana lulusan mampu mengembangkan diri, keilmuan maupun ketrampilan teknis dan penguasaan teknologi”
“Kurikulum akan ideal apabila dirancang berdasar masukan dari semua stakeholder yaitu masyarakat, pemerintah, akademisi, industri/user (pengguna lulusan), supplier teknologi dan kepentingan masa depan mahasiswa”
Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada
pembukaan Konvensi Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2011 hari Rabu
(6 Juni 2011) di Jakarta Convention Center Jakarta menyatakan nilai
ekonomi industri kreatif mengalami kenaikan tiga kali lipat selama tahun
2006 hingga 2010”. Nilai tambah industri kreatif Rp 157 triliun pada
tahun 2006 menjadi Rp 468 triliun pada 2010. Nilai ekspor industri
kreatif juga naik dari 85 miliar dollar menjadi 131 miliar dollar AS.
Penerbitan dan percetakan mengalami pertumbuhan nilai tambah yang paling
tinggi dengan 17,5%. Fashion untuk penyerapan tenaga kerja pertumbuhannya paling tinggi (52%), sedangkan sumbangan fashion
terhadap ekspor sebesar 55%. Sementara itu, tingkat partisipasi tenaga
kerja di sektor periklanan dan arsitektur sebesar 17%. Sektor yang
mengalami pertumbuhan ekspor yang tinggi adalah industri film, video,
dan fotografi yang mencapai 104%. (sumber: http://tekno. kompas .com)
Bidang Desain Komunikasi Visual (DKV)
mempunyai pesona tersendiri bagi dunia industri kreatif di Indonesia,
karena tanpa disadari masyarakat, nilai billing yang berputar saat ini
lebih dari 35 triliun rupiah. Seiring dengan hal itu kebutuhan SDM ikut
meningkat dan bisa dipastikan dunia pendidikan DKV juga tumbuh pesat.
Bahkan bisa dilihat hampir semua perguruan tinggi besar (terutama
swasta) telah membuka jurusan/program studi ini dan ternyata bisa
menjadi salah satu sumber pendapatan cukup penting karena jumlah
mahasiswanya.
Fenomena tersebut memang menjadi pertanda
bagus bagi ekonomi bangsa ini, baik dipandang dari prospek perkembangan
industri kreatif, pembukaan kesempatan kerja dan menjadikan masyarakat
bertambah pintar, kritis dan yang pasti semakin banyak pilihan dalam
pola konsumsinya.
Namun potret positif tersebut bak sekeping
mata uang, selalu muncul ekses negatif dibaliknya, terutama perguruan
tinggi sebagai penyedia/ pencetak lulusan seperti gagap mengantisipasi
dan mungkin terlihat agak sedikit memaksakan diri. Tidaklah seperti
persiapan infrastruktur dan peralatannya, dimana ada dana akan
terpecahkanlah persoalannya, tapi untuk kesiapan pendidik/dosennya; baik
kompetensi, kuantitas maupun kualitas memerlukan proses dan waktu.
Demikian juga yang tak kalah penting dalam
mempersiapkan proses kegiatan belajar mengajar bagi lulusan agar
hasilnya sesuai harapan semuanya adalah bagaimana Kurikulum-nya.
Kurikulum dapat dimaknai sebagai suatu
dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendididkan yang harus
dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian
ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau
beberapa dokumen berupa rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis
itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang
peserta yang mengikuti kurikulum tersebut.
Aspek lain dari makna kurikulum adalah
pengalaman belajar. Dokumen tertulis yang dikembangakan dosen yang biasa
disebut sebagai Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Ada enam
dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi, yaitu (1)
pengembangan ide dasar untuk kurikulum, (2) pengembangan program, (3)
rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, (4) pengalaman belajar, (5)
penilaian, dan (6) hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan
kedalam tiga kategori, yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi
Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum.
DKV merupakan salah satu Jurusan/Program
Studi di Perguruan Tinggi di Indonesia yang mempunyai banyak bidang
keilmuan yang bisa dikembangkan menjadi usaha kreatif baik secara
perseorangan maupun komunitas. Bahkan dalam 14 sub Sektor Industri
Kreatif 2025 dari Kementrian Perdagangan 2010, lebih dari setengahnya
terkait dengan Desain Komunikasi Visual.
Beragamnya kearifan lokal yang bisa digali
di setiap daerah di Indonesia menjadi sumber ide yang tiada habisnya.
Kreatifitas adalah tuntutan utama. Kurikulum DKV di Perguruan Tinggi
hendaknya secara sinergis memberikan arahan agar menjadikan kreatifitas
yang sudah ada dalam diri tiap civitas academica menjadi ladang wirausaha yang mampu membangkitkan iklim kewirausahaan di masing-masing Jurusan/Program Studi.
Bila kita analisis, banyaknya lulusan
perguruan tinggi yang belum siap kerja, sebagian berprestasi dengan
menjadi karyawan di sebuah industri yang telah mapan. Sebagian lagi
berwirausaha sesuai dengan bidang keilmuannya. Inilah saatnya diperlukan
penyelenggaraan program kegiatan yang memaksimalkan kurikulum dan KBM
mata kuliah kewirausahaan berbasis industri kreatif, dimana diharapkan
dengan adanya kurikulum yang baru ini dapat melahirkan para lulusan yang
mampu bersaing dan menciptakan lapangan kerja secara mandiri
kedepannya.