Tuesday, September 25, 2012

Pembentukan dan Deklarasi Asosiasi Dosen DKV se-Indonesia

“Keberhasilan sebuah kurikulum akan bisa dilihat tidak hanya saat mahasiswa lulus, apalagi saat masih proses perkuliahan, tapi sampai sejauhmana lulusan mampu mengembangkan diri, keilmuan maupun ketrampilan teknis dan penguasaan teknologi”
“Kurikulum akan ideal apabila dirancang berdasar masukan dari semua stakeholder yaitu masyarakat, pemerintah, akademisi, industri/user (pengguna lulusan), supplier teknologi dan kepentingan masa depan mahasiswa”

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu pada pembukaan Konvensi Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2011 hari Rabu (6 Juni 2011) di Jakarta Convention Center Jakarta menyatakan nilai ekonomi industri kreatif mengalami kenaikan tiga kali lipat selama tahun 2006 hingga 2010”. Nilai tambah industri kreatif Rp 157 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp 468 triliun pada 2010. Nilai ekspor industri kreatif juga naik dari 85 miliar dollar menjadi 131 miliar dollar AS. Penerbitan dan percetakan mengalami pertumbuhan nilai tambah yang paling tinggi dengan 17,5%. Fashion untuk penyerapan tenaga kerja pertumbuhannya paling tinggi (52%), sedangkan sumbangan fashion terhadap ekspor sebesar 55%. Sementara itu, tingkat partisipasi tenaga kerja di sektor periklanan dan arsitektur sebesar 17%. Sektor yang mengalami pertumbuhan ekspor yang tinggi adalah industri film, video, dan fotografi yang mencapai 104%. (sumber: http://tekno. kompas .com)
Bidang Desain Komunikasi Visual (DKV) mempunyai pesona tersendiri bagi dunia industri kreatif di Indonesia, karena tanpa disadari masyarakat, nilai billing yang berputar saat ini lebih dari 35 triliun rupiah. Seiring dengan hal itu kebutuhan SDM ikut meningkat dan bisa dipastikan dunia pendidikan DKV juga tumbuh pesat. Bahkan bisa dilihat hampir semua perguruan tinggi besar (terutama swasta) telah membuka jurusan/program studi ini dan ternyata bisa menjadi salah satu sumber pendapatan cukup penting karena jumlah mahasiswanya.
Fenomena tersebut memang menjadi pertanda bagus bagi ekonomi bangsa ini, baik dipandang dari prospek perkembangan industri kreatif, pembukaan kesempatan kerja dan menjadikan masyarakat bertambah pintar, kritis dan yang pasti semakin banyak pilihan dalam pola konsumsinya.
Namun potret positif tersebut bak sekeping mata uang, selalu muncul ekses negatif dibaliknya, terutama perguruan tinggi sebagai penyedia/ pencetak lulusan seperti gagap mengantisipasi dan mungkin terlihat agak sedikit memaksakan diri. Tidaklah seperti persiapan infrastruktur dan peralatannya, dimana ada dana akan terpecahkanlah persoalannya, tapi untuk kesiapan pendidik/dosennya; baik kompetensi, kuantitas maupun kualitas memerlukan proses dan waktu.
Demikian juga yang tak kalah penting dalam mempersiapkan proses kegiatan belajar mengajar bagi lulusan agar hasilnya sesuai harapan semuanya adalah bagaimana Kurikulum-nya.
Kurikulum dapat dimaknai sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendididkan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen berupa rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta yang mengikuti kurikulum tersebut.
Aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Dokumen tertulis yang dikembangakan dosen yang biasa disebut sebagai Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi, yaitu (1) pengembangan ide dasar untuk kurikulum, (2) pengembangan program, (3) rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, (4) pengalaman belajar, (5) penilaian, dan (6) hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum.
DKV merupakan salah satu Jurusan/Program Studi di Perguruan Tinggi di Indonesia yang mempunyai banyak bidang keilmuan yang bisa dikembangkan menjadi usaha kreatif baik secara perseorangan maupun komunitas. Bahkan dalam 14 sub Sektor Industri Kreatif 2025 dari Kementrian Perdagangan 2010, lebih dari setengahnya terkait dengan Desain Komunikasi Visual.
Beragamnya kearifan lokal yang bisa digali di setiap daerah di Indonesia menjadi sumber ide yang tiada habisnya. Kreatifitas adalah tuntutan utama. Kurikulum DKV di Perguruan Tinggi hendaknya secara sinergis memberikan arahan agar menjadikan kreatifitas yang sudah ada dalam diri tiap civitas academica menjadi ladang wirausaha yang mampu membangkitkan iklim kewirausahaan di masing-masing Jurusan/Program Studi.
Bila kita analisis, banyaknya lulusan perguruan tinggi yang belum siap kerja, sebagian berprestasi dengan menjadi karyawan di sebuah industri yang telah mapan. Sebagian lagi berwirausaha sesuai dengan bidang keilmuannya. Inilah saatnya diperlukan penyelenggaraan program kegiatan yang memaksimalkan kurikulum dan KBM mata kuliah kewirausahaan berbasis industri kreatif, dimana diharapkan dengan adanya kurikulum yang baru ini dapat melahirkan para lulusan yang mampu bersaing dan menciptakan lapangan kerja secara mandiri kedepannya.